Langsung ke konten utama

Pembahasan Masalah Air (2): Jenis-jenis Air

Jenis-jenis air itu ada 4 (empat), yaitu:
      1)      Air Mutlak;
Yaitu air yang suci lagi mensucikan, yang tidak makruh untuk menggunakannya. Seperti air sumber, air sumur, air sungai dan air laut. Kesemuanya ini adalah air suci yang bisa digunakan untuk mensucikan, baik untuk menghilangkan najis (seperti najis kotoran hewan/manusia) maupun hadats[1] (baik hadats kecil maupun hadats besar).
Hal ini didasarkan pada Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Abi Hurairah yang kurang lebih demikian:
“Suatu ketika seorang Arab pedalaman berdiri dan kencing di masjid nabawi. Para sahabat hendak menegur dan mengusirnya, namun kemudian Nabi menyuruh mereka membiarkannya, dan memerintah-kan agar menyiram kencing tersebut dengan setimba air. Nabi bersabda: “Kalian diperintahkan untuk menjadi orang yang memudahkan, bukan menyulitkan.”

     2)  Air yang suci lagi mensucikan namun makruh jika meng-gunakannya;
Air semacam ini adalah seperti air musyammas; yakni air yang dijemur/dipanaskan di bahwah terik matahari. Seperti air yang ada pada bak mandi terbuka yang terbuat dari logam dan mendapatkan sinar matahari secara langsung.
Kemakruhannya ini dikarenakan air yang demikian ini dapat menyebabkan penyakit belang atau semacamnya. Kemakruhannya ini adalah jika air ini digunakan pada badan atau anggota badan dan pada daerah yang sangat panas seperti di daerah hijaz (timur tengah).


3)      Air suci yang tidak dapat mensucikan (baik najis maupun hadats)
Ialah seperti air yang: 1) Musta’mal (air yang telah digunakan untuk menghilangkan najis/hadats). 2) Air yang tercampur dengan benda suci yang membuat kemutlakan air tersebut menjadi hilang. Dalam hal ini adalah seperti:
a)      Air suci yang tercampur dengan kopi (benda suci) maka menjad air kopi
b)      Air suci yang tercampur dengan teh (benda suci) maka menjadi air teh
c)       Air suci yang tercampur dengan sirup (benda suci) maka menjadi air sirup
Air-air tersebut adalah suci secara hukumnya. Namun tidak dapat mensucikan (tak dapat menghilangkan najis maupun digunakan berwudlu) karena bukan air mutlak.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sebagai berikut:
عَنْ جَابِرِبْنِ عَبْدِاللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: جَاءَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُوْدُنِى وَأَنَا مَرِيْضٌ لَا أَعْقِلُ، فَتَوَضَّأَ وَصَبَّ عَلَيَّ مِنْ وُضَوْئِهِ.
Artinya:
“Dari Jabir bin Abdillah RA. Ia berkata: Rasulullah SAW datang menjengukku sedang aku sakit serta tidak sadarkan diri (karena sakit parah). Maka nabi ambil wudlu dan menyiramkan padaku air bekas wudlu-Nya.”
Dari hadits tersebut di atas dapat ditangkap pemahaman bahwa seandainya air yang telah digunakan untuk berwudlu adalah najis, maka tidak mungkin disiramkan nabi pada Jabin bin Abdillah.

Dan juga hadits sebagai berikut ini:

Artinya:
Dari Abi Hurairah RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah setiap dari kalian mandi pada air yang diam (menggenang) sedang ia junub.” (Diriwayatkan Muslim). Dan dalam Bukhari (disebutkan): “Janganlah kencing setiap dari kalian pada air yang diam yang tidak mengalir, kemudian ia mandi di dalamnya.” Dan lafal dari Imam Muslim: “(mandi) darinya.” Dan lafal dari Abi Dawud: “Dan janganlah mandi di dalamnya karena Jinabat.”

Dan juga hadits berikut ini:

Artinya:
Dari seorang laki-laki yang menemani nabi, ia berkata: “Rasulullah melarang akan perempuan untuk mandi dari sisa (bekas mandi)-nya laki-laki atau seorang laki-laki (mandi) dengan sisa mandi perempuan, dan hendaknya mereka berdua (suami-istri) mengambil air bersama-sama. (Diriwayatkan  oleh Abi Dawud dan Nasa’i sedang sanadnya adalah sahih.

4)      Air najis
Ialah ir sedikit yang terkena najis. Atau air banyak yang terkena najis dan berubah salah satu sifatnya; yakni salah satu dari: 1) Warna; 2) Rasa; dan 3) Baunya. Jika air banyak terkena najis, namun salah satu dari ketiganya tidak berubah, maka hukumnya air tersebut tidak najis.
Adapun yang dimaksud dengan air banyak adalah air yang mencapai 2 (dua) qullah atau lebih. Sedangkan air sedikit adalah air yang kurang dari 2 (dua) qullah.
Hal ini berdasarkan hadits Nabi dari Abdillah Ibni Umar sebagai berikut:

Artinya:
Dari Abdillah bin Umar RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Jika Air itu 2 (dua) qullah maka tidak bisa mengandung najis.” Dan dalam sebuah lafadl: “Tidak menjadi najis.” (Diriwayatkan oleh Imam yang 4, dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hiban).

Adapun ukuran 2 (dua) qullah adalah sebanyak air yang terdapat dalam sebuah wadah yang berbentuk kubus yang kesemua sisi dan tingginya (-/+) 80 Cm. Atau sepanjang lengan orang dewasa. Yang dimaksud lengan adalah dari ujung jari sampai ke batas lengan dengan pundak.
Demikian wallahu a’lam.

:: semoga bermanfaat ::
 fulltext download di sini!



[1] Najis pada dasarnya sesuatu yang menjijikkan. Namun dalam pengertian ini najis adalah segala sesuatu (benda) yang keberadaan dapat menghalangi dilakukannya shalat, thawaf dan memegang mushaf al-Qur’an. Seperti kotoran manusia/hewan, muntahan, darah atau nanah, air liur anjing/babi dan sebagainya. Sedangkan Hadats adalah suatu keadaan pada diri seseorang yang dapat membatalkan wudlu. Seperti kondisi setelah buang air kecil atau besar, kondisi haid atau jinabat dan sebagainya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengurus PCNU Harus Menjadi Representasi Orang yang Paham Aswaja

Poncokusumo, Nahdlatul Ulama adalah organisasi keagamaan dan kemasyarakatan yang berideologi Ahlussunnah wal Jama’ah dan memperjuangkan serta membelanya. Organisasi ini juga menyatakan dalam tujuannya adalah berjalannya ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) di tengah-tengah masyarakat dengan jalan damai dan tanpa paksaan. Oleh karenanya maka pemahaman tentang aswaja yang dipahami oleh NU itu harus dimiliki oleh segenap warga Nahdlatul Ulama baik yang merupakan anggota aktif maupun bukan. Pengurus NU di berbagai tingkatanlah yang seharusnya menjadi contoh dalam hal ini. Demikian itu disampaikan oleh Ust Khoirul Hafidz Fanani pada saat memberikan ceramah dalam acara halaqah yang diselenggarakan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Kabupaten Malang di Kecamatan Poncokusumo (24/04) kemarin.

Larangan Berbisik di Hadapan Seseorang

  Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud. Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Pada saat kamu bertiga, maka janganlah dua orang berbisik tanpa yang lain, sampai kalian bercampur dengan orang banyak. Karena hal tersebut dapat menyusahkan orang lain.” (Muttafaq Alaih) As-Shan’ani berkata dalam memberikan penjelasan hadits di atas, bawasanya hadits tersebut melarang berbisik-bisik bagi dua orang jika ada orang ketiga bersama keduanya dan tidak dilarang berbisik ketika lebih dari tiga orang. Hal ini karena, ketika tiga orang berkumpul, dan berbisik dua orang di antaranya, maka hal itu akan membuat susah orang yang ketiga karena dapat menimbulkan sangkaan padanya bahwa keberadaannya tidak menyenangkan bagi dua orang tersebut. Atau menimbulkan sangkaan bahwa keduanya berbisik tentang dirinya. Namun jika dalam perkumpulan tersebut terdiri dari 4 (empat) orang atau lebih, maka berbisiknya dua orang menjadi tidak apa-apa. Karena masalah salah sangka bagi seseorang tersebut men...

Halaqah Indanya Beraswaja (Turen)

Pada tanggal 1 Mei 2017 mulai jam 13:00 s.d 15:00 WIB, Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Kabupaten Malang melaksanakan kegiatan halaqah dengan bertemakan "Indahnya Beraswaja." Kegiatan ini dilaksanakan di Kantor MWC Nahdlatul Ulama Kecamatan Turen Kabupaten Malang. Hadir dalam kegiatan ini sebanyak 239 orang peserta yang merupakan perwakilan dari para pengurus NU, Lembaga dan Badan Otonom (Banom) Kecamatan Turen dan Pengurus Ranting NU dan Banom dari seluruh desa se Kecamatan Turen. Ditambah dengan para pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Nahdlatul Ulama dari beberapa kecamatan. Yakni: Kecamatan: Dampit, dan Tirtoyudo.  Berikut ini adalah dokumentasinya: