1)
Air Mutlak;
Yaitu air yang suci
lagi mensucikan, yang tidak makruh untuk menggunakannya. Seperti air sumber,
air sumur, air sungai dan air laut. Kesemuanya ini adalah air suci yang bisa
digunakan untuk mensucikan, baik untuk menghilangkan najis (seperti najis
kotoran hewan/manusia) maupun hadats[1]
(baik hadats kecil maupun hadats besar).
Hal ini didasarkan
pada Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Abi Hurairah yang kurang lebih
demikian:
“Suatu ketika seorang
Arab pedalaman berdiri dan kencing di masjid nabawi. Para sahabat hendak
menegur dan mengusirnya, namun kemudian Nabi menyuruh mereka membiarkannya, dan
memerintah-kan agar menyiram kencing tersebut dengan setimba air. Nabi
bersabda: “Kalian diperintahkan untuk menjadi orang yang memudahkan, bukan
menyulitkan.”
2) Air yang suci
lagi mensucikan namun makruh jika meng-gunakannya;
Air semacam ini
adalah seperti air musyammas; yakni air yang dijemur/dipanaskan di
bahwah terik matahari. Seperti air yang ada pada bak mandi terbuka yang terbuat
dari logam dan mendapatkan sinar matahari secara langsung.
Kemakruhannya ini
dikarenakan air yang demikian ini dapat menyebabkan penyakit belang atau
semacamnya. Kemakruhannya ini adalah jika air ini digunakan pada badan atau
anggota badan dan pada daerah yang sangat panas seperti di daerah hijaz (timur
tengah).
3)
Air suci yang tidak
dapat mensucikan (baik najis maupun hadats)
Ialah seperti air yang: 1) Musta’mal (air
yang telah digunakan untuk menghilangkan najis/hadats). 2) Air yang tercampur
dengan benda suci yang membuat kemutlakan air tersebut menjadi hilang. Dalam
hal ini adalah seperti:
a)
Air suci yang tercampur
dengan kopi (benda suci) maka menjad air kopi
b)
Air suci yang tercampur
dengan teh (benda suci) maka menjadi air teh
c)
Air suci yang tercampur
dengan sirup (benda suci) maka menjadi air sirup
Air-air tersebut adalah suci secara hukumnya. Namun
tidak dapat mensucikan (tak dapat menghilangkan najis maupun digunakan
berwudlu) karena bukan air mutlak.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim sebagai berikut:
عَنْ جَابِرِبْنِ عَبْدِاللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ: جَاءَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُوْدُنِى وَأَنَا
مَرِيْضٌ لَا أَعْقِلُ، فَتَوَضَّأَ وَصَبَّ عَلَيَّ مِنْ وُضَوْئِهِ.
Artinya:
“Dari Jabir
bin Abdillah RA. Ia berkata: Rasulullah SAW datang menjengukku sedang aku sakit
serta tidak sadarkan diri (karena sakit parah). Maka nabi ambil wudlu dan
menyiramkan padaku air bekas wudlu-Nya.”
Dari hadits
tersebut di atas dapat ditangkap pemahaman bahwa seandainya air yang telah
digunakan untuk berwudlu adalah najis, maka tidak mungkin disiramkan nabi pada
Jabin bin Abdillah.
Dan juga
hadits sebagai berikut ini:
Artinya:
Dari Abi
Hurairah RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah setiap dari kalian
mandi pada air yang diam (menggenang) sedang ia junub.” (Diriwayatkan Muslim). Dan
dalam Bukhari (disebutkan): “Janganlah kencing setiap dari kalian pada air yang
diam yang tidak mengalir, kemudian ia mandi di dalamnya.” Dan lafal dari Imam
Muslim: “(mandi) darinya.” Dan lafal dari Abi Dawud: “Dan janganlah mandi di
dalamnya karena Jinabat.”
Dan juga
hadits berikut ini:
Artinya:
Dari seorang
laki-laki yang menemani nabi, ia berkata: “Rasulullah melarang akan perempuan
untuk mandi dari sisa (bekas mandi)-nya laki-laki atau seorang laki-laki (mandi)
dengan sisa mandi perempuan, dan hendaknya mereka berdua (suami-istri)
mengambil air bersama-sama. (Diriwayatkan oleh Abi Dawud dan Nasa’i sedang sanadnya
adalah sahih.
4)
Air najis
Ialah ir sedikit yang terkena najis. Atau air
banyak yang terkena najis dan berubah salah satu sifatnya; yakni salah satu
dari: 1) Warna; 2) Rasa; dan 3) Baunya. Jika air banyak terkena najis, namun
salah satu dari ketiganya tidak berubah, maka hukumnya air tersebut tidak
najis.
Adapun yang dimaksud dengan air banyak adalah air
yang mencapai 2 (dua) qullah atau lebih. Sedangkan air sedikit adalah
air yang kurang dari 2 (dua) qullah.
Hal ini berdasarkan hadits Nabi dari Abdillah Ibni
Umar sebagai berikut:
Artinya:
Dari Abdillah bin Umar RA ia berkata: Rasulullah
SAW bersabda: “Jika Air itu 2 (dua) qullah maka tidak bisa mengandung najis.” Dan
dalam sebuah lafadl: “Tidak menjadi najis.” (Diriwayatkan oleh Imam yang 4, dan
disahihkan oleh Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hiban).
Adapun ukuran 2 (dua) qullah adalah sebanyak
air yang terdapat dalam sebuah wadah yang berbentuk kubus yang kesemua sisi dan
tingginya (-/+) 80 Cm. Atau sepanjang lengan orang dewasa. Yang dimaksud lengan
adalah dari ujung jari sampai ke batas lengan dengan pundak.
Demikian wallahu a’lam.
:: semoga bermanfaat ::
fulltext download di sini!
[1]
Najis pada dasarnya sesuatu yang menjijikkan. Namun dalam
pengertian ini najis adalah segala sesuatu (benda) yang keberadaan dapat
menghalangi dilakukannya shalat, thawaf dan memegang mushaf al-Qur’an. Seperti
kotoran manusia/hewan, muntahan, darah atau nanah, air liur anjing/babi dan
sebagainya. Sedangkan Hadats adalah suatu keadaan pada
diri seseorang yang dapat membatalkan wudlu. Seperti kondisi setelah buang air
kecil atau besar, kondisi haid atau jinabat dan sebagainya.
Komentar
Posting Komentar